“Pacaran” dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti (Purwodarminto, 1976) :
- Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka.
- Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina.
- Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran menurut arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
a. Allah berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً ( الإسراء: 32)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
b. Hadits:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ
تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري: 2784 , مسلم: 2391)
“Dari Ibnu Abbas ra.
Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan
sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan
kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan
musafir kecuali beserta ada mahramnya” (muttafaq alaihi)
Perkawinan merupakan
sunnah Rasulullah dengan arti bahwa suatu perbuatan yang sangat
dianjurkan oleh Rasulullah agar kaum muslimin melakukannya. Orang yang
anti perkawinan dicela oleh Rasulullah, berdasarkan hadits:
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري: 4675, مسلم: 2487)
“Dari Anas ra.
Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur,
berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku
maka ia bukanlah dari golonganku”
Pada umumnya suatu
perkawinan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu proses sebelum
terjadi akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad
nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah melalui beberapa tahap, yaitu
tahap penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan. Tahap
penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan
atau sebaliknya, atau pihak keluarga masing-masing. Rasulullah
memerintahkan agar pihak-pihak yang melakukan perkawinan melihat atau
mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ
رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ نَظَرْتَ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ
اْلأَنْصَارِ شَيْئًا ( رواه النسائ: 3194, إبن ماجه و الترمذي)
“Dari Abu Hurairah ra
ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang
seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah
engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata
Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata
perempuan Anshor ada sesuatu” (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, at-Tirmizi, dan dinyatakannya sebagai hadits hasan)
Rasulullah saw
memerintahkan agar kaum muslimin laki-laki dan perempuan sebelum
memutuskan untuk meminang calon jodohnya agar berusaha memilih jodoh
yang mungkin berketurunan, sebagaimana dinyatakan pada hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ
بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ *( رواه أحمد : 12152, وصححه إبن حبان )
“Dari Anas ra.
Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan perkawinan
dan sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah
olehmu wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku
bermegah-megah dengan banyaknya kamu di hari kiamat”
Dari kedua hadits diatas
dipahami bahwa ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri
sebelum menetapkan keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini
mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki atau pihak perempuan atau
keluarga mereka. Jika dalam penjajakan ini ada pihak yang diabaikan
terutama calon isteri atau calon suami maka yang bersangkutan boleh
membatalkan pinangan akan perkawinan tersebut, berdasarkan hadits:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اْلأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ
فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا قَالَ نَعَمْ * ( رواه مسلم: 2545, البخاري: 4741)
“Dari Ibnu Abbas, ra,
bahwasanya Rasululah saw bersabda: Orang yang tidak mempunyai jodoh
lebih berhak terhadap (perkawinan) dirinya dibanding walinya, dan gadis
dimintakan perintah untuk perkawinannya dan (tanda) persetujuannya ialah
diamnya” (muttafaq alaih)
Dan hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( رواه أبوداود: 1794, أحمد: 2340, إبن ماجه: 1865)
“Dari Ibnu Abbas ra,
sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah saw dan
menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang
laki-laki, sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah saw menyuruhnya
untuk memilih (apakah menerima atau tidak)”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni)
Masa penjajakan ini dapat
disamakan dengan masa pacaran menurut pengertian ketiga di atas.
Setelah masa pacaran dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan
diterima maka jarak antara masa peminangan dan masa pelaksanaan akad
nikah disebut masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini masing-masing
pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum hubungan
mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad
nikah.
Rasulullah saw memberi tuntunan bagi orang yang dalam masa pacaran atau dalam masa petunangan sebagi berikut:
- Pada masa pacaran atau masa pertunangan antara mereka yang bertunangan dan pacaran adalah seperti hubungan orang-orang yang tidak ada hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu mereka harus:
- Memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacar atau tunangannya, begitu pula wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya.
- Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina.
- Untuk menjaga ‘a’ dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan puasa-puasa sunat, kerena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya. Hal diatas dipahami dari hadits:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم: 2486, البخاري: 1772)
“Dari Ibnu Mas’ud ra
berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda,
barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu
(dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa
yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa
itu perisai baginya” (muttafaq alaih)
Etika pergaulan dalam islam adalah, khususnya antara lelaki dan perempuan garis besarnya adalah sbb:
- Saling menjaga pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh melihat aurat , tidak boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh melihat lawan jenis melebihi apa yang dibutuhkan. (An-Nur:30-31)
- Sang wanita wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu pakaian yang menutupi seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan kaki (An-Nur:31)
- Hendaknya bagi wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami ketika bermu'amalah dengan lelaki, seperti:
- Di waktu mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang merayu dan menggoda (Al-Ahzab:32)
- Di waktu berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang tertulis di surat (An-Nur:31 & Al-Qisos:25)
- Tidak diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa disertai dengan muhrim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar